Punjika begitu maka tidak selaraslah undang-undang Allah yang mengharuskan Adam beristeri lebih dari satu tapi tidak lebih dari empat pada satu waktu. Mengapa kau biarkan aku begini? Aku jadi ibu, aku jadi guru, itu sudah tentu katamu. Ramai orang berkata jika anak jahat ibu-bapak tak pandai mendidik, jika murid bodoh, guru yang tidak Belum lama ini aku berdiri di jembatan itu di malam berwarna cokelat. Dari kejauhan terdengar sebuah lagu Setetes emas, ia mengembang Memenuhi permukaan yang bergetar. Gondola, cahaya, musik— mabuk ia berenang ke kemurungan … jiwaku, instrumen berdawai, dijamah tangan tak kasatmata menyanyi untuk dirinya sendiri menjawab lagu gondola, dan bergetar karena kebahagiaan berkelap-kelip. —Adakah yang mendengarkan? dalam Ecce Homo Kepandaian Nietzsche dikatakan Setyo Wibowo, seorang pakar Nitzsche, bukanlah hal mudah. Ia menyebut kepandaian Nietzsche berkorelasi dengan rasa kasihannya kepada orang-orang. Nietzsche khawatir jika ada orang mengetahui kepandaiannya berarti betapa sengsaranya orang itu. Orang yang memahami pemikiran Nietzche berarti selevel dengan dirinya. Berarti mengalami betapa getirnya pengalaman hidup Nietzsche yang berat dan kelam. Bagi Nietzsche pemikirannya bukan untuk diketahui. Biarlah ia sendiri yang paham tentang gagasannya, dirinya sendiri. Dengan begitu cukup ia yang menanggung sengsara. Tapi, jika ada orang yang berani masuk lebih jauh ke dalam pemikirannya, dan berusaha memahami sepenuhnya, maka betapa kasihannya orang itu. Kata Nietzsche, ia –orang itu—sama beratnya dengan dirinya. Sama pedihnya dengan Nietzsche. Bukankah setiap pemikiran dituliskan demi diketahui khalayak? Bukankah setiap gagasan si pemikir memiliki maksud mencerahkan pembacanya? Lalu dalam kasus Nietzsche untuk apa pikiran-pikirannya ia tulis? Bukankah setidak-tidaknya itu berarti ada sesuatu yang ia ingin sampaikan? Ada pesan yang ingin ia ungkapkan? Paradoks memang. Lama saya mengetahui penjelasan Setyo Wibowo di atas. Nietzsche bukanlah filsuf biasa. Ia filsuf cum sastrawan. Ia pemikir dan perasa sekaligus. Dari kacamata ini, saya pelan-pelan mengerti, membaca pemikiran Nietszche berarti sekaligus memahami dirinya. Ikut –jika memungkinkan—setidaknya sebagian perjalanan hidupnya. Itu berarti ikut menjiwai apa-apa yang ia alami selama hidupnya. Itulah sebabnya, pendekatan untuk memahami Nietzsche agak berbeda dengan pemikir lainnya. Jika pemikir lainnya cukup kita mengetahui aspek biografis dengan cara membacanya, dengan Nietzche tidak cukup hanya itu. Kita –setidaknya bagi saya—dituntut untuk ikut menyelami dunia pengalaman-perasaan dirinya. Sejenis praktik hermeunetik. Dari situlah kita akhirnya berisiko seperti dikatakan Setyo Wibowo di atas. Harus rela merasakan bagaimana beratnya pengalaman hidup Nietzsche. Pemikiran yang mendarahdaging dengan aspek-aspek perasaannya, atau perasaan yang beruratakar dengan pikirannya. Mengerti pemikirannya juga mesti merasakan pergulatan batinnya. Menurut saya dengan cara itulah kita bisa menyerap inti sari gagasan Nietzsche yang rumit dan berlapis-lapis itu. Nietzsche adalah filsuf dengan kehidupan yang terputus-putus. Melalui buku Gaya Filsafat Nietzsche, Romo Setyo Wibowo menyebutnya keterputusan-keterputusan relasi. Pengalaman hidup ini ditandai dengan cara hidup Nietzsche yang nomaden. Ia hidup selayaknya seorang pengembara, dari satu tempat ke tempat lain tanpa pernah bermukim lama. Kata Romo Setyo dalam buku yang sama, keterputusan yang paling fundamental dialami Nietzche adalah perpisahannya dengan iman kristiani. Keterputusan ini kontan membuatnya terpisah dari tradisi kristiani yang dirawat oleh keluarga besarnya. Kedua, dia putus dengan tempatnya mengabdikan diri sebagai dosen; Universitas. Sebagai seorang filolog ia ditolak lantaran terlalu filosofis dalam menerapkan pendekatan filologis. Terputusnya dari universitas sekaligus menjauhkannya dari komunitas intelektual pada waktu itu. Ketiga, lantaran kesehatannya yang memburuk, membuat Nistzsche terputus dari kehidupan normal. Ia mesti menjalani kehidupan yang sama sekali berbeda dari orang sehat. Bahkan untuk memenuhi kebutuhannya menghirup udara, ia mesti mencari tempat yang cocok bagi dirinya. Keempat, konsekuensi dari cara hidupnya yang nomaden, secara afeksi membuatnya jauh dari lingkungan pergaulan. Pola hidup yang nomaden membuat ia tak mampu memiliki relasi pertemanan yang bertahan lama. Lebih dari itu, bahkan untuk membina keluarga pun sulit karena cara hidup yang demikian tak menentu. Berkat cara hidupnya ini Nietzsche menjadi filsuf soliter. Ia menjadi pribadi unik yang ditempa kesendirian. Bahkan sebelum masuk masa kegilaannya, ia sudah didera penyakit yang pelan-pelan menggerogoti tubuhnya dari dalam. Dahsyatnya, dan inilah yang membuatnya sebagai pribadi unggul. Dalam keadaan sakit itulah ia justru produktif secara pemikiran dan intuitif. Banyak melahirkan karya-karya monumental melalui penghayatannya secara kontemplatif. Mengapa Aku Begitu Pandai adalah sebuah solikokui yang demikian panjang dari Nietzsche untuk Nietzsche. Dia bertanya kemudian dijawabnya dengan cara sendiri dan dari pikirannya yang demikian origin. Ibarat cermin, Nietzsche dengan cara ini sedang menguji seberapa mungkinkah ia mampu menemukan ”jawaban-jawaban” dari dirinya sendiri. ”Bagaimana mencukupi kebutuhan makan dirimu sendiri untuk mencapai puncak kekuatanmu, mencapai virtŭ dalam gaya Renaisans, kebajikan bebas moralin?” Virtu adalah keutamaan yang diandaikan Nietzsche sebagai ciri khas manusia. Namun, walaupun begitu ia mesti ditemukan di dalam pencarian yang kadang demikian sulit. Kadang manusia terjebak ke dalam pragmatisme dengan mengidefixkan pakem-pakem nilai agar kehidupan menjadi lebih praktis dan mudah. Ideologi, agama, moral, filsafat, sains, politik, dan pakem-pakem semacamnya adalah idefix yang ditolak Nietzsche karena terlalu mengkerdilkan kehidupan. Virtu harusnya selaras dengan esensi kehidupan yang sebenarnya chaos. Bukan berhenti di dalam nilai-nilai yang diidealisasi dan melihat dunia dalam keadaan harmoni dan tetap. Dunia adalah suatu kemenjadian tanpa ujung. Manusia harus menggunakan virtunya agar dapat ikut menjadi. Berkata “ya” kepada dunia yang terus bergerak. Dengan kata lain, di dalam dunia yang bergerak, “kedisinian” adalah satu-satunya kenyataan yang menopang diri. Esok dan masa lalu hanyalah idealisasi yang tidak memiliki dasar eksistensi sama sekali. Manusia mesti mencitai nasibnya sendiri. Di sini dan sekarang. ”Rumusanku bagi kebesaran dalam seseorang manusia adalah amor fati bahwa orang tidak menginginkan menjadi selain seperti saat ini, bukan di masa depan, bukan di masa lalu, bukan dalam seluruh kekekalan. Bukan hanya menanggung apa yang terjadi karena keharusan, apalagi membuyarkannya—semua idealisme adalah ketidakbenaran di hadapan keharusan—melainkan untuk mencintainya…” Akhir kata, membaca teks-teks Nietzsche ibarat berhadapan dengan sebuah labirin. Banyak kelolakan dan jalan buntu yang sulit ditaklukkan. Itulah sebabnya, dengan nada khas selfishnya, ia mengatakan “Mengapa Aku Begitu Pandai?”

Kurasafiksi telah membalikkan fakta, semua terungkap dari raut wajahnya yang tak pernah pandai membohongiku. Aku tahu dia pun melakukan hal yang sama dengan perasaannya. Linang air mata dan guratan senyum palsu, itu semua tertatap olehku. Kita sama-sama tak pernah mengungkapkannya hingga akhirnya terabaikan begitu saja.

Detail Weight kg Penulis Friedrich Nietzsche Penerbit Circa Kertas Bookpaper Jumlah Halaman 124 Jenis Sampul Soft Cover Stok 4 Deskripsi Informasi Tambahan Ulasan 0 Deskripsi Serial Buku Kecil Ide Besar menghadirkan gagasan-gagasan besar yang mengguncang atau unik dan autentik dari para penulis terbaik dunia. Pikiran-pikiran mereka bergema panjang, dan menginspirasi generasi demi generasi di pelbagai masa. Kami sajikan dalam format buku kecil yang ciamik, yang mudah dibawa ke mana-mana, dan bisa dibaca dalam dua atau tiga kali duduk di stasiun atau di bandara atau di mana pun. Dalam buku tipis ini kita akan menemukan Nietzsche yang bertanya dan menjawab sendiri pertanyaannya dalam narasi-narasi sastrawi, dilanjutkan dengan aforisme-aforisme yang menjadi ciri khasnya deret proposisi padat yang berpotensi menimbulkan pertanyaan panjang dalam imajinasi pembaca, proposisi-proposisi yang mengutip Milan Kundera, merupakan salah satu dari enam karya yang lahir pada masa kematangan Nietzsche. Informasi Tambahan Berat kg Dimensi 13 Ă— 19 cm akucukup menyadari, bahwa kau hanya pandai untuk mengerti.. bukan untuk membalas apa yang aku isyaratkan. aku begitu sadar bahwa kelak hal ini akan terjadi. mencintai dalam kesunyian, tanpa sebuah harapan kau merasakan apa yang aku rasakan. kau pria yang begitu memukau, kau pria yang begitu hebat,
Recent CommentsDamar on Negeri Di Bawah Kabut Pemutaran Film & DiskusiSekar Langit on Membicarakan Kafka on the Shoreramona on Membicarakan Kafka on the ShoreRandom PostJEUNE "Lucid Dreams Issue" Release Party! at Rumah BukuJEUNE 26 Dream Issue Release Party “Enjoy Your Lucid Dream! – an Art, Music, and…Read More CategoriesCategories Product Categories
Akudan keberadaan ku dengan semua cerita ku dan terjadi dalam kehidupan ku.! Belum mengerti atau masak bodoh, semua sulit terjawab dan terjadi dengan begitu cepat..! Seperti teknelogi yang memporak porandakan budaya gotong rayong. Semua pada sok sibuk ! Sok Konsentrasi dan sok imajinatif ! FilterBukuReligi & SpiritualNovel & SastraPengembangan Diri & KarirMasukkan Kata KunciTekan enter untuk tambah kata produk untuk "begitu" 1 - 60 dari Belajar Memaafkan Luka - Luka Yg Tersimpan Begitu Lama Dlm 2Ad207 mengapa begini mengapa 2Adnovel Bilang begini maksud nya PusatTBkreatifTerjual 1AdPaket 2 Buku-Kenapa Kita Tidak Berdansa? & Hidup Begitu 1AdKENAPA BEGINI ? KENAPA BEGITU ? SUDRAJAT, PusatTOKO BUKU REFRANS TAMBUNANTerlarisBuku PARENTime 7 tahun pertama yang begitu Buku 250+Bilang Begini, Maksudnya Begitu Sapardi Djoko Damono TimurGramedia Official 9TerlarisPARENTime Parentime 7 Tahun Pertama yang Begitu 2%YogyakartaAkhy 50+Aku Belajar Memaafkan Luka-Luka Yang Tersimpan Begitu Lama Dalam 3%Depokcerdas 6Diary Cewek Cupu 6 Kisah Patah Hati Yang Nggak Begitu SelatanSTORE LENTERA 9
Imamku Aku hanya wanita yang akan menunggu. Menunggu kamu sukses, menunggu kamu berhasil, dan menunggu kamu menghalalkanku. Entah, kamu atau bukan yang akan menjadi pelabuhan terakhirku, menjadi imamku kelak, menjadi ayah dari anak anakku kelak, dan menjadi suamiku yang akan membimbingku kelak. Aku selalu berharap kamulah oranngnya.
Isihati adalah sesuatu yang tak kasat mata.. Isi hati merupakan buah dari pemikiran dan perasaan yang sesungguhnya dan terselubung dalam jiwa kita.. Bagiku Isi hati itu hanya diri kita sendiri yang tahu, hanya kita yang bisa merasakan gejolak apa yang sedang berada dalam hati kita.. Ketika hati ini merasa bahagia, adakah orang lain yang tahu tanpa kita menunjukan . 447 12 37 225 53 12 409 437

mengapa aku begitu pandai